Wednesday, November 17, 2010

Blog Transformation

Bismillah,

Malem libur Idul Adha ini ku kembali posting di blog yang sudah lama ditinggalkan. Hal ini bukan kebiasaan yang baik meninggalkan menulis sekian lama. Sejak berseliwerannya social networking dan micro-blog, sepertinya blog yang sesungguhnya tak dihiraukan lagi. Mungkin alasannya karena malas menulis cerita yang agak panjang dibanding dengan hanya menulis status di Facebook atau nge-tweet di twitter. Bukan hanya itu alasanya yang sesungguhnya terjadi, tetapi blog ini hanya blog picisan demi menjunjung tinggi kebebasan berekspresi, bukan pula untuk sebagai alasan latihan menulis.

Maka dari itu, khusus untuk latihan menulis, dibuatlah blog baru yang tujuannya hanya untuk latihan menulis sebagai langkah awal belajar menulis yang sesungguhnya. Sudah beberapa blog yang pernah dibuat termasuk blog pendidikan, pengajaran bahasa dan blog kumpulan resep dan experiment masak memasak ketika jaman kejayaan dulu di Australia. Jadi blog ini mungkin hanya layak untuk diteruskan sebagai pembebasan expresi akibat terjadinya hal-hal yang dirasa perlu diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari yang bisa di kenang untuk refleksi di kemudian hari.

Menuliskan sesuatu yang bisa dijadikan refleksi akan mebuat kenangan tertentu di masa depan, sekecil apapun kejadian di masa lalu 'rasa'-nya akan berubah ketika kita membacanya lagi dikemudian hari. Refleksi membuat kita belajar dalam kehidupan, baik itu belajar kehidupan atau belajar yang sifatnya cukup akademis. Menulis adalah salah satu kemampuan akademis yang tertinggi. Orang yang bisa menulislah yang memiliki high order thinking. Maka saya tekadkan untuk menulis kembali yang nantinya mungkin akan lebih fokus ke pengajaran bahasa, penelitian, dan isu-isu pendidikan. Semoga ini bisa menjadi ajang latihan untuk tetap eksis.

Friday, April 02, 2010

Lho kok miriiip

Kebetulan ajah liburan gini baca-baca koran kemaren lusa, eh di Kikmah Republika ada kasus yang mirip dengan kejadian jum'at pekan lalu - Pas banget seminggu. Afwan, tidak bermaksud merendahkan dan menyombongkan, cuma kok artikel hikmah ini mirip banget. Buat temen-temen yang tidak hadir karena kesibukannya, yaaaa ... itu semua sudah dibegitukan sama Allah. Siapa yang diizinkan hadir dan siapa yang tidak, mungkin sudah dituliskan. Semoga kita semua bisa selalu diizinkan untuk hadir mengisi hati. Belum tentu saya pun selalu diberi kelonggaran hati dan waktu untuk selalu hadir.

Ada sedikit catatan kecil; pertama, diperhatikan ada segelintir orang yang ketika membahas masalah agama terlihat taboo -- rupanya gaya di barat hampir diadopsi disini -- dan dipemainkan. Jadi ingat kemaren kajian ma umi bahwa kata ta' muruna bil ma'ruf dan watan hauna anil munkar katanya selalu beriringan karena ketika kita mengajak kebaikan mungkin kita tidak berani melarang kuburukan, apa lagi terhadap teman sendiri -- gak enak banget buat kasi komen ... gimana ya caranya? Yang kedua, ada juga yang menganggap apa yang mereka kerjakan juga sama-sama ibadah katanya dengan dalih "Kan mengahadiri pengajian juga sama saja dengan rapat, sama saja dengan membantu ini itu, itu juga kan sama-sama ibadah ... blah blah" insyaallah memang benar tapi kita juga kan bisa membedakan mana ibadah Mahdhah dan mana ibadadah ghaira Mahdhah. Semoga kita dihindarkan dari pandangan-pandangan yang tidak tahu membedakan kaum muslim dan kaum kafir. Wallahu'alam. Enjoy reading the article





Manusia itu Menyukai Neraka

Oleh: Prof Dr Ali Mustafa Yaqub

Ketua sebuah pengajian meminta maaf kepada penceramah karena jamaah yang hadir dalam pengajian tersebut tidak banyak. Ia semula mengharapkan agar jamaah yang datang dapat mencapai ribuan orang, tetapi ternyata hanya ratusan orang. Ia khawatir apabila penceramah kecewa dengan jumlah yang sedikit itu.

Apa komentar penceramah tersebut? Ia justru bersyukur dan tidak merasa kecewa. Katanya, ''Memang calon penghuni surga itu jumlahnya lebih sedikit dibandingkan calon penghuni neraka.'' Ia pernah membaca koran bahwa di Ancol diadakan pagelaran maksiat. Yang hadir dalam pesta kemungkaran itu mencapai 700 ribu orang. Kendati pesta itu dimulai jam delapan malam, pengunjung sudah mulai datang sejak jam satu siang.

Penceramah kemudian bertanya kepada para hadirin, ''Apakah ada pengajian yang dihadiri oleh 700 ribu orang?'' Hadirin pun serentak menjawab, ''Tidak ada.'' Ia kemudian bertanya lagi, ''Apakah ada pengajian yang dimulai jam delapan malam, tetapi jamaahnya sudah datang jam satu siang?'' Hadirin kembali serentak menjawab, ''Tidak ada.'' Penceramah kemudian berkata, ''Itulah maksiat, dan inilah pengajian. Kalau ada pengajian dihadiri oleh ratusan ribu orang, boleh jadi pengajian itu bermasalah.''

Ia juga mencontohkan dakwah Nabi Nuh AS. Beliau berdakwah selama hampir seribu tahun, tetapi pengikut beliau hanya 40 orang. ''Karena itu, kalau yang datang di pengajian ini mencapai ratusan orang, itu sungguh sudah bagus. Dan, begitulah calon-calon penghuni surga,'' tambahnya.

Lebih jauh, ustaz yang masih muda itu menyampaikan sebuah hadis tentang apa yang akan terjadi pada hari kiamat. Dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa nanti pada hari kiamat, Nabi Adam AS akan dipanggil oleh Allah SWT. Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk memisahkan anak-cucunya, mana yang akan masuk surga dan mana yang akan masuk neraka. ''Ternyata,'' kata Nabi Muhammad SAW selanjutnya, ''Dari seribu anak-cucu Adam, 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan) masuk neraka, dan hanya satu yang masuk surga.''

Ia kemudian mengajak jamaah untuk mengamati perilaku manusia setiap hari. ''Coba kita amati kehidupan manusia sehari-hari. Kita lihat mereka di pasar, pusat perbelanjaan modern atau mal, televisi, dan di mana saja. Ternyata lebih banyak yang senang bermaksiat daripada yang taat kepada Allah SWT. Orang bohong, penipu, ada di mana-mana, sementara yang shalat di masjid sepi-sepi saja. Ternyata manusia itu lebih menyukai neraka daripada surga.''

Monday, March 29, 2010

Day Care Memberdayakan Perempuan

Jum'at pekan lalu, setelah pengajian yang cuma dihadiri sekitar lima orang guru, Ibu pemateri ngajak ngobrol dulu dengan beberapa teman. Kebetulan tema kali itu adalah tentang persoalan hidup yang erat kaitannya dengan pendidikan anak baik anak kandung sendiri dan maupun anak didik. Dipenghujung obrolan kami, tiba-tiba salah satu temen bertanya mengenai Day Care yang konon ada didaerah tempat tinggal ibu pemateri dan akhirnya curhatlah si teman ini mengenai pembantunya yang sangat kasar terhadap anak dan dirinya. Hal yang membuat beliau konsern adalah ironisnya suatu keadaan dimana dia harus mendidik anak didik disekolah sedangkan anak kandungnya sendiri di 'didik' oleh pembantunya yang sudah pasti pola asuh tidak akan sesuai dengan harapan sang bunda. Katakan itu kasus pertama. Kasus kedua, saya langsung mendengar dari seorang ibu yang konsern pula dengan pola asuh anak yang dibesarkan pembantu. Sekarang anaknya yang hanya berumur setahun 3 bulan sudah ketagihan jajan, setiap kali menangis si bayi bisa diselimurkan dengan kata 'jajan' dan ditunjukkan uang seribu rupiah dan akhirnya diam.

Pola asuh seperti apa jika dari mulai sejak dini kebiasaan-kebiasaan ini sudah diterapkan? Pasti banyak kasus-kasus lain yang sangat membuat ibu-ibu sedih karena pola asuh tak sesuai. Sungguh ironis, sementara si ibu mempunyai ilmu pendidikan yang ideal untuk mendidik anak-anak didiknya di sekolah, sedangkan anak-anak dan bayi-bayi mereka dididik oleh pembantu yang nota bene - maaf - cuma lulusan SD dengan kemampuan bahasa yang terbatas, aksen-aksen berbahasa yang khas yang mungkin tidak pas dengan keinginan si ibu, tanpa bekal pengetahuan psikologi perkembangan, dan kasih sayang yang terbatas antara klien dan penjual jasa asuh. Kesemuanya ini adalah sebuah dilema bagi para ibu-ibu bekerja, tertama seorang guru yang super sibuk.


Dari fenomena diatas, jadi teringat tiga tahun lalu, ketika bekerja di Play House, sebuah Day Care di Brisbane - Australia. Berbeda dengan dilema-dilema tadi, bayi-bayi dan balita dititipkan di Day Care yang insyaallah certified dengan para pekerja yang at least memiliki blue card - kartu berkelakuan baik yang memberi kelayakan para pekerja bekerja dengan anak-anak di bawah umur. Dengan Blue Card kita menjamin diri kita sendiri bahwa kita tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan anak-anak. Pekerja Day Care wajib bersertifikasi pula yang dibekali dengan pengetahuan Developmental Psychology and Child Development. Anak yang dititipkan di latih dengan pola-pola tertentu seperti toilet training dengan pola berkala, pembisaan mencuci tangan dan pada intinya sistem keteraturan yang berpola. Kelebihan dititipkannya bayi-bayi dan anak-anak itu adalah membuat ibu-ibu mereka bisa bekerja dengan tenang dan selain itu juga day Care memperkerjakan ibu-ibu yang membutuhkan penghasilan. Jadi terjadi sementara si anak berada ditangan yang aman dan profesional meski perlakuan kasih sayang dan ikatan bathin tidak akan persis sama dengan dididik oleh ibunya sendiri. Kelebihan lainnya adalah anak-anak menjadi lebih mandiri karena mereka diatur dengan pola-pola khusus. Bekerja di Day Care membuat saya menyadari bahwa day care adalah salah satu solusi untuk masalah-masalah diatas dan juga sebagai alat women empowerment.


Memang banyak kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh Day Care di negara tadi tapi bila dilihat dari kaca mata pendidikan ruhiyah anak, mereka tidak mendapatkan pendidikan agama sama sekali. Hanya mental dan fisiknya lah yang dilatih tapi ruh dibiarkan kosong karena mereka tidak melihat azas-azas keagamaan. Dengan begitu, saya jadi teringat kegiatan mabit weekend lalu, yang difasilitasi oleh kaum ibu dan teteh-teteh pengasuh TPA. Kegitan itu berniat mengenalkan mesjid kepada anak-anak sebagai tempat beraktifitas. Pendidikan ruhiyah wajib ditanamkan sejak usia dini minimal mengenal mesjid sebagai tempat bermain, belajar dan dan melakukan aktifitas apa saja dengan tujuan pemakmuran mesjid. Selain itu penanaman nilai-nilai Islam perlu diterapkan sejak dini sehingga terinternalisasi dalam pola prilaku di masa-masa perkembangan anak.

Kegiatan pendidikan anak yang mulai dari Day Care sampai mabit, kesemuanya dilakukan oleh kaum perempuan. Jadi sebenarnya dari masalah-masalah yang diungkapkan diatas bisa dijadikan potensi olah para peremepuan untuk empowering themselves dengan mendirikan Day Care-Day Care yang menggabungkan jenis Day Care professional dengan nuansa keislaman yang kental, seperti program yang akan dilaunching oleh Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimah (PP Salimah) berencana membangun 200 Rumah Balita Sejahtera. Rumah ini disediakan untuk membantu orang tua yang bekerja agar anaknya tetap dalam pengawasan dengan muatan Islam yang akan ditanamkan kepada anak-anak yang dititipkan. Lihat link ini http://koran.republika.co.id/koran/0/107315/Salimah_Siapkan_200_Penampungan_Anak